Minggu, 29 Agustus 2010 17:37
MRP Usulkan Libatkan Badan Internasional
Untuk Penyelesaian Masalah Papua
JAYAPURA—Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Agus A Alua menegaskan, perlu digelar Dialog Nasional antara Papua dan Jakarta untuk penyelesaian masalah Papua secara menyeluruh, bermatabat dan tuntas yang dimediasi pihak ketiga (United Nations, atau negara tertentu atau badan internasional independent tertentu)Demikian disampaikan Alua kepada Bintang Papua usai Seminar Sehari Inisiasi Terobosan Baru Untuk Penguatan Pengusaha Asli Papua yang digelar Kadin Papua bekerjasama dengan STIE –OG di Hotel Yasmin, Jayapura, Jumat (27/8).
Sebab menurutnya, meski pelbagai pihak telah berupaya untuk penyelesaian masalah Papua, namun bukannya membaik justru makin runyam.
Menurut dia, dari pengamatan fakta kegagalan pelaksanaan UU No 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Provinsi Papua, musyawarah MRP dengan masyarakat asli Papua pada tahun 2010 menyimpulkan dan mengajukan ke pemerintah pusat dan daerah beberapa pilihan solusi penyelesaian masalah Papua sebagai berikut.
Agar dihentikan pelaksanaan UU No 21 Tahun 2001 atau UU Otsus di Tanah Papua, karena ia belum atau tidak menolong dan belum atau tidak menyelamatkan orang asli Papua di atas tanah warisan leluhurnya. Biarlah daerah ini diatur/dibangun dengan UU sektoral biasa supaya pemerintah pusat dan daerah bisa mengatur apa saja yang ia inginkan di atas tanah ini. Agar dirundingkan antara rakyat Papua dan pemerintah pusat dan daerah beberapa pilihan solusi.
Pertama, apakah UU No 21 Tahun 2001atau UU Otsus Papua dikembalikan kepada pemerintah pusat. Kedua, apakah kita evaluasi isi (content) dan cara implementasi UU No 21 Tahun 2001 untuk menuju revisi menyeluruh. Ketiga, apakah UU Otsus bagi Provinsi Papua ditingkatkan statusnya menjadi UU Federal dengan istilah One Nation Two Sistems. Keempat, ataukah perlu digelar Dialog Nasional antara Papua dan Jakarta untuk penyelesaian masalah Papua secara menyeluruh, bermatabat dan tuntas yang dimediasi pihak ketiga (United Nations, atau negara tertentu atau badan internasional independent tertentu).
Dikatakannya, ada beberapa kebijakan langsung maupun tak langsung pemerintah pusat di Jakarta menunjukkan pelanggaran terhadap keberdaan dan pelaksanaan UU Otsus bagi Provinsi Papua antara lain Inpres No 1 Tahun 2003 ditetapkan dan diterbitkan oleh Presiden sebagai perintah untuk menghidupkan Provinsi Irian Barat walaupun bertentangan dengan pasal 76 UU No 21 Tahun 2001 dengan tujuan untuk mengobrak abrik aspirasi merdeka yang makin kental dalam hari rakyat Papua.
Tak menerbitkan segera beberapa PP yang diamanatkan didalam UU No 21 tabun 2001 sebagai pelaksanaan UU Otsus bagi Provinsi Papua. SK Mendagri yang diback up Wapres Yusus Kala untuk mengesahkan Provinsi Irian Jaya Barat dan melaksanakan Pemilukada Gubernur Provinsi IJB tahun 2006; walaupun hasil negosiasi panjang dengan tim Papua mulai pada 24 Nopember 2005 mencapai deadlock pada 20 Mater 2006.
Pencairan dana Otsus tiap tahun anggaran hampir selalu sebagian besar dana pada akhir tahun anggaran, sehingga dana tak dapat dimanfaatkan secara efektif untuk menolong dan menyelamatkan orang asli Papua, selain dibagi bagi dengan laporan keuangan fiktif. Tak ada realisasi atas pembagian hasil SDA Papua untuk Papua dan Jakarta sebagaimana diamanatkan dalam pasal 34 UU No 21 Tahun 2001. Penetapan PP No 77 Tahun 2007 tentang larangan bendera separatis dijadikan sebagai bendera kultural. Inj bertentangan dengan amanat UU No 21 Tahun 2001, khususnya pasal 5. Langkah gigih MRP untuk Perdasus lambang daerah dihentikan oleh PP No 77 Tahun 2007.
Penetapan UU No 35 tahun 2008 dalam rangka mengakomodir Provinsi Papua Barat dalam UU No 21 Tahu 2001 sebagian Provinsi dalam Otsus dengan cara mencoret dan menambahkan. Cara mengakomomodir dengan cara mencoret dan menambah tersebut melanggar UU No 21 tahu 2001, khusus pasal 76 yang memberi kewenangan perubahan UU No 21 Tahu 2001 kepada orang asli Papua. MRP sudah mengingatkan Wapres Yusuf Kala dan timnya tapi nyatanya tak dindahkan.
Pemerintah pusat mendorong dan mendukung pembentukan Barisan Merah Putih (BMP) di Tanah Papua dan kegaiatannya, sehingga lembaga negara di daerah seperti DRPR dan MRP keberadaan dan kegiatannyat terganggu serta kebijakannya dikontrol dan dicounter oleh masyarakat bukan oleh lembaga negara lebih tinggi.
Penolakan perjuangan MRP atas 11 kursi Otsus versus penerimaan usul BMP atas 11 kursi Otsus yang sama oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dengan mengerdilkan lembaga DPRP dan MRP dalam materi gugatannya. Hal ini menunjukkan sikap pemerintah pusat terhadap lembaga negara di daerah tak diperhatikan dari pada organisasi yang dibentuknya.
Politisasi SK No 14/MRP/2009 sehingga SK yang bertolak dari amanat UU Otsus menjadi bola liar yang panas dipermainkan oleh siapa saja dari pusat sampai daerah. Sampai sekarang SK No 14/MRP/2009 ditanggapi pemerintah pusat penuh curiga dan pemerintah daerah tak sepenuh hati. Karena itu nasib SK No 14/MRP/2009 sampai saat ini nampaknya terancam tak digunakan dalam Pemilukada Kabupaten/Kota di Tanah Papua.
Selain itu, tambahnya, ada beberapa indikator yang menunjukkan kegagalan Pemerintah Provi nsi dan Kabupaten dalam implementasi UU Otsus bagi Provinsi Papua antara lain, Pemerintah Provinsi tak menetapkan Perdasi dan Perdasus selama 7 tahun pelaksanaan UU Otsus kecuali Perdasi pembagian dana Otsus, pembentukan MRP dan Perdasus pembagian dana Otsus (yang tak berfungsi sejak ditetapkan DPRP). Baru tahun ke 7 pelaksanaan Otsus ditatapkan 8 Perdasus pada September hingga Nopember 2008 dan sejumlah Perdasi dan Perdasus tersebut belum dipergunakan dalam pengelolahan pemerintah dan pembangunan.
Diberlakukan dualisme hukum antara Provinsi dan Kabupaten/Kota di daerah Otsus di Tanah Papua dimana Provinsi melaksanakan UU No 21 tahu 2001 tentang Otsus dan Kabupaten/Kota melaksanakan UU No 32 tahun 2004. Sampai sekarang tak ada usaha sinkronisasi terhadap kedua UU tersebut. (mdc)
http://www.bintangpapua.com/index.php?option=com_content&view=article&id=6963:mrp-usulkan-libatkan-badan-internasional&catid=25:headline&Itemid=96
0 komentar to "MRP Usulkan Libatkan Badan Internasional"