Senin, 30 Agustus 2010 16:37
“Ya, kita sudah bahas di DPRP, tapi pada prinsipnya kami setuju dengan sikap pemerintah yaitu tak lagi menambah pemekaran pemekaran wilayah. Kita evaluasi dulu. Ini pemekaran pemekaran yang terjadi ini kita belum evaluasi. Rakyat datang bilang Otsus gagal itu. Artinya bahwa pemekeran pemekaran itu juga tak memberikan hasil,” tukas Wakil Ketua Komisi A DPRP Ir Weynand Watory ketika dihubungi Bintang Papua di ruang kerjanya, Senin (30/8) kemarin. Ia ditanya terkait wacana pemekaran Provinsi Provinsi Papua Barat Daya, Papua Tengah dan Papua Selatan.
Menurutnya, moratorium adalah sebuah pengumuman resmi dari pemerintah pusat untuk melarang pemekaran wilayah baik Kabupaten/Kota maupun Provinsi. Pasalnya, pemerintah melakukan evaluasi bahwa pemekaran suatu wilayah tak selalu menguntungkan dari pelbagai aspek. “Orang akhirnya sibuk dengan pemekaran tak sibuk dengan pelayanan. Ini kan yang terjadi sementara ini. Dan khusus untuk Papua saya selalu mengatakan bahwa pemekaran manusia itu penting bukan pemekaran wilayah,” katanya.
Dia mengatakan, kalau pemekaran pemekaran wilayah itu memberikan hasil bagi rakyat tak mungkin menyampaikan Otsus gagal. Pertanyaannya, Otsus gagal sedangkan dikatakan pemekaran suatu wilayah adalah untuk mendekatkan pelayanan kepada rakyat.
“Lalu pelayanan itu ada dimana. Logika yang macam begitu yang mesti kita dudukan secara benar lalu kita ambil fakta fakta di lapangan mari kita lihat apakah pemekaran ini diperlukan atau tidak,” tandasnya.
Menurutnya, saat ini lebih elok kalau wilayah Kabupaten/Kota maupun Provinsi yang ada diberdayakan baik di bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat dan lain lain untuk diurus secara baik dan tuntas. “Jangan hari hari kita sibuk dengan pemekaran Kabupaten/Kota dan Provinsi,” tukasnya.
Dia menegaskan, moratorium adalah suatu hal yang paling penting karena kini orang sudah tak mempunyai jabatan sebagai bupati karena dua kali. Seseorang telah menyelesaikan masa jabatannya lalu berupaya memekarkan provinsi agar kembali menduduki jabatan di Provinsi.
“Ini kan yang diperjuangkan dirinya bukan diperjuangkan rakyat. Tapi selalu katanya rakyat yang selalu diperjuangkan. Kualitas manusia diurus dulu mau mekar sampai seratuspun kalau manusia tak diurus juga sama saja to. Karena kalau sekarang kita pemekaran wilayah masyarakat marah marah. Dengan mekarkan wilayah sekarang orang Papua menjadi minoritas.”
Dia menambahkan, akhirnya SK No 14 Tahun 2009 muncul karena orang Papua posisi minoritas. Sekarang kalau dimekarkan tambah banyak lagi orang datang. Artinya bahwa pemerintah tak tak konsisten bicara tentang SK No 14 bahwa orang Papua makin minoritas tapi di satu sisi orang Papua minta pemekaran wilayah.
Sebagaimana dilaporkan, Anggota DPD RI Dapil Papua Drs Paulus Sumino ketika mengunjungi Komisi B DPRP beberapa waktu lalu mengatakan pihaknya tengah menyusun grand desain untuk pemekaran Provinsi dan Kabupaten/Kota di Papua. Pasalnya, cukup banyak aspirasi pemekaran yang masuk ke Jakarta khusus kepada DPR RI dan Depdagri antara lain pemekaran Provinsi Papua Barat Daya, Papua Tengah dan Papua Selatan. Hanya saja, pemekaran Kabupaten Grima Nawa telah disetujui DPD RI dan telah diserahkan hasil paripurna DPD RI tentang pemekaran Kabupaten tersebut.
Namun demikian, pemekaran Provinsi harus berpedoman kepada UU UU No 21 Tahun 2001 atau UU Otsus. Pasalnya, UU No 21 Tahun 2001 menetapkan pemekaran provinsi Papua menjadi provinsi provinsi harus mendapatkan pertimbangan MRP. (mdc)
http://www.bintangpapua.com/index.php?option=com_content&view=article&id=6983:dprp-nilai-pemekaran-papua-selatan-barat-daya-dan-selatan-masih-wacana&catid=25:headline&Itemid=96
0 komentar to "DPRP Nilai Pemekaran Papua Selatan, Barat Daya dan Selatan Masih Wacana"