Kamis, 12 Agustus 2010 20:10
Sokrates Tak Penuhi Panggilan Kedua
Sementara itu, pihak Polda Papua mengatakan tidak melakukan tebang pilih terkait pemanggilan terhadap Ketua Persekutuan Gereja Gereja Baptis di Tanah Papua, Sokrates Sofyan Yoman. Bahkan Polda tidak akan hentikan pemanggilan tersebut sekalipun ada pihak yang tidak menghendaki, bahkan minta distop.. “Kami panggil Pak Sokrates untuk memberikan klarifikasi atas pernyataannya yang dinilai menyudutkan institusi TNI/Polri. Kami panggil Pak Sokrates karena pernyataannya mengandung konsekuensi hukum,” jelas Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua Kombes Pol Wachyono ketika dikonfirmasi di Bintang Papua Mapolda Papua, Jayapura, Kamis (12/8) petang.Karena itu, katanya, setelah pihaknya melakukan panggilan pertama melalui surat No B/792/VIII/2010 tanggal 1 Agustus 2010, tapi tak digubrisnya maka panggilan kedua dilakukan Rabu (11/8) tapi ia kembali tak memenuhi panggilan.
Selanjutnya, tambahnya, pihaknya menunggu sampai yang bersangkutan datang untuk memberikan klarifikasi dan mempertanggujawabkan pernyataannya. Kalau ia masih bersikeras tak datang maka pihaknya akan jemput mungkin ia tak memiliki kendaraan untuk datang.
“Pak Sokrates orang berpendidikan ya kalau dipanggil baik baik datang klarifikasi. Kami butuh klarifikasi saja betuk atau tidak pernyataannya karena itu menyangkut institusi. Kita ndak bisa tuding sembarangan nuduh Puncak Jaya adalah proyek TNI/Polri buktinya apa. Kalau ada bukti malah kita senang,” tuturnya.
Terkait saran yang disampaikan Wakil Ketua II DPRP Yunus Wonda bahwa pihaknya dalam waktu dekat akan memanggil Kapolda Papua dan Pangdam XVII/Cenderawasih untuk duduk bersama atau mencari jalan keluarnya, lanjutnya, pemanggilan Sokrates tak ada kaitannya dengan DPRP. Namun demikian, apabila DPRP memanggil instutusi TNI/Polri untuk melakukan dialog terkait peristiwa di Puncak Jaya, maka pihaknya bersedia dan selalu menunggu pelaksanaan dialog tersebut.
“Peristiwa Puncak Jaya mesti diselesaikan bersama seluruh komponen masyarakat,” ungkapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi A DPRP Ir Waenand B Watory terkait pemanggilan pihak Polda Papua agar Sokrates datang memberikan klarifikasi dan mempertanggungjawabkan pernyataannya menegaskan segala sesuatu yang disampaikan Sokrates dapat mengandung kebenaran. Pasalnya, ia mempunyai data dan fakta terkait kegiatan TNI/Polri selama ini di wilayah Puncak Jaya.
“Beliau orang daerah sana dan setiap saat dapat berkomunikasi dengan baik bersama umatnya yang melihat langsung semua kejadian seperti itu,” tandasnya.
Namun demikian, lanjutnya, ada baiknya ia diminta untuk menyampaikan secara tertulis apa yang ia dengar dari jemaatnya karena kini bukan zamannya lagi apabila seseorang menyampaikan statement lalu kemudian dilakukan tindakan pemangilan secara paksa.
“Apakah statement itu jauh lebih berbahaya dari pada apakah tindakan TNI/Polri membunuh orang lain lalu tak diurus dan tak dipertanggungjawabkan. Tak ada orang yang mati karena statement tapi banyak proses dimana orang dibunuh dan dibantai tapi kemudian itu tak dipertanggungjawabkan serta hilang begitu saja,” tuturnya.
Pasalnya, menurutnya, ada banyak pelanggaran pelanggaran HAM khususnya di Tanah Papua di masa lalu sampai sekarang seperti kasus Wasior di Manowari, kasus Wamena dan lain lain dan banyak kasus kasus yang telah tiba di Mahkamah Agung, tapi tak diselesaikan. Padahal sesuai laporan identitas pelakunya sangat jelas.
Politisi Partai Kedaulatan ini mengatakan, rakyat Papua telah hidup lama dengan pemerintahan Indonesia dan rakyat tahu sepekterjang dan prilaku TNI/Polri. Rakyat cukup kenyang dengan semua sikap prilaku dimasa Orde Baru tapi juga di masa reformasi. Jadi seseorang dapat memberikan penilaian penilaian seperti kasus penculikan dan pembunuhan terhadap Ketua Dewan Presidium Papua mendiang Theys Eluay yang semula disangkal habis habisan, tapi ternyata terbukti dilakukan. “Semua pelajaran itu membuat orang gampang menarik benang merah tentang keterlibatan TNI/Polri di masyarakat,” tukasnya.
“Bolehlah reaksi yang dilakukan itu tapi tak harus sampai pada tindakan mengambil sikap seperti ini karena masih ada cara cara lain yang lebih terhormat serta pelbagai pendekatan dapat dilakukan untuk meminta klarifikasi, tapi tak serta merta orang dipanggil secara paksa. Apakah orang dipanggil karena orang tekah membuat tundakan kriminal,” imbuhnya.
Dikatakannya, kalau soal pernyataan orang menulis buku yang lebih keras dari itu di waktu lalu sampai sekarang orang menulis buku tentang keterlibatan TNI/Polri dan banyak bukti bukti seperti itu kenapa yang lalu tak dipanggil untuk pertanggungjawaban itu tertulis dan resmi yang bisa diambil sebagai dasar hukum tapi tak diproses tapi tiba tiba ada pernyataan dari Sokrates lalu ia harus dipanggil paksa. Hal ini tak fair dan tak adil dalam konteks seperti itu.
Menurutnya, pihaknya menghargai dan menghormati lembaga yang bertanggungjawab tapi dalam situasi yang seperti sekarang ini jangan menambah masalah lagi yang justru membuat persoalan makin runyam. Pernyataan ini sudah sangat meresahkan apalagi kalau sampai tindakan pemanggilan paksa dilakukan. “Bukan hanya Pangdam dan Kapolda pusing, DPRP juga pusing serta seluruh rakyat akan pusing. Dunia akan memberikan komentar yang sangat luar biasa terhadap sikap seperti itu.
Sekretaris Kaukus Parlemen Pegunungan Tengah Papua Nasson Uti SE menandaskan, Polda harus bijaksana ketika menangani suatu persoalan. Pasalnya, masalah ini menyangkut harkat dan martabat pimpinan Gereja Sinode.
Karena itu, tambahnya, jika ada masalah sebaiknya TNI/Polri dengan jiwa besar bersama para pihak terkait untuk mendiskusikan dan berdialog bersama untuk mengkaji persoalan agar tak menimbulkan konflik dan kontroversi yang berkepanjangan.
“TNI/Polri tak boleh mengatakan karena dia salahkan saya jadi saya harus tangkap dia. Hal ini tak boleh terjadi tapi mesti professional. Kalau ada masalah kan ada Gubernur tanyakan kepada Gubernur, ada DPRP tanyakan kepada DPRP serta ada pihak Gereja tanyakan kepada pihak Gereja. Tanggungjawab kita bukan hanya Puncak Jaya, tandasnya. (mdc)
0 komentar to "Kabid Humas: Kalau Masih Berkeras Dijemput"