Kamis, 02 September 2010 16:48
Partai Demokrat Siap Pemilukada Papua Melalui DPRP Atau Rakyat
JAYAPURA—Meski pemilihan Gubernur Provinsi Papua masih setahun lagi, yakni 2011 mendatang, namun para kandidat calon mulai diwacanakan sampai ke pusat. Kabar terbaru menyebutkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang juga adalah Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat telah merestui Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Papua Lukas Enembe S.IP untuk menjadi calon Gubernur Provinsi Papua 2011-2016 mendatang. “Pak SBY memberikan lampu hijau mendukung Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Papua untuk menjadi calon Gubernur Provinsi Papua mendatang,” jelas Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Papua sekaligus Korwil DPP Partai Demokrat wilayah Papua, Maluku dan Maluku Utara Lukas Enembe S.IP ketika ditanya Bintang Papua di Jayapura, Kamis (2/9) kemarin terkait wacana Pemilukada Gubernur/Wagub Provinsi Papua dikembalikan kepada DPRP sesuai amanat UU No 21 Tahun 201 tentang Otsus Papua.Karena itu, menurut Bupati Puncak Jaya ini, baik Pemilukada Gubernur/Wagub melalui rakyat maupun dikembalikan kepada DPRP ada kelebihan dan ada kekurangan. Bagi Partai Demokrat cara apapun mau dipakai, baik pemilihan di DPRP maupun pemilihan rakyat selalu siap mengikutinya. Partai Demokrat sudah kerja baik tingkat DPP, DPD maupun DPC. “Tapi kita dudukan persoalan ini secara baik apa yang terbaik Tanah Papua dan demokrasi Indonesia. Persoalan pemilihan langsung maupun DPR P harus didudukan dalam konteks Papua dan konteks kepentingan nasional.
Dia mengatakan, baik Pemilukada Gubernur/Wagub Provinsi Papua dipilihan langsung oleh rakyat ataupun pemilihannya dikembalikan ke DPRP keduanya mempunyai kelebihan dan kekurangannya.
Pasalnya, Pemilukada dipilih rakyat secara langsung khusus kondisi Papua. Pertama, Pemilukada langsung membutuhkan biaya yang besar, baik penyelenggara maupun petarung. Kedua, kondisi masyarakat Papua dimana sebagian kawasan selama ini secara riil dilapangan mereka sesungguhnya tak menyalurkan aspirasi secara baik. Hal ini terbukti dari berbagai Pemilukada maupun Pemilu Legislatif yang dilewati. Pemilukada maupun Pemilu Legislatif hanya mengatasnamakan rakyat dan mengatasnamakan demokrasi, tapi ada sekelompok orang saja yang melakukan itu.
“Itu yang sudah terjadi di Tanah Papua selama bertahun tahun,” tandasnya.
Menurut dia, itulah salah satu dari banyak kelemahan apabila Pemilukada dilaksanakan lewat rakyat. Tapi ada keunggulan keunggulan juga dengan memasuki reformasi ini rakyat mempunyai hak memilih pemimpinya.
“Demokrasi yang kita baru bangun ini kan tak bisa dimatikan di tengah jalan. Demokrasi itu harus dibangun melalui suatu proses panjang. Kita baru 10 tahun reformasi kita jalan ujian ini harus kita lewati,” tuturnya.
Ia mencontohkan, Amerika Serikat yang ratusan tahun sudah menjalankan demokrasi disana ya kematangan politiknya sudah bagus. “Kalau kita di Indonesia baru sepuluh tahun reformasi belum bisa demokrasi sungguh sungguh kita laksanakan,” ucap dia.
Oleh karena itu, tambahnya, kalau Pemilukada Gubernur/Wagub dikembalikan ke DPRP maka hal ini adalah suatu langkah mundur dari proses demokrasi yang sudah ada sejak masa reformasi. “Ini suatu kemunduran bagi demokrasi Indonesia. Tapi dari satu segi Gubernur itu kan wakil pemerintah pusat di daerah. Dari sisi itu sebenarnya peran Gubernur tak terlalu signifikan karena dia tak mempunyai rakyat. Wilayah oke tapi rakyat itu punya Kabupaten/ Kota. Maka dari itu dari sisi itu juga dapat dibenarkan mengapa DPRP melakukan inisiatif Pemilukada Gubernur/Wagub dikembalikan ke DPRP.
Dikatakannya, ada regulasi yang memungkinkan kalau pemilihan lewat DPRP atau DPRD itu dimungkinkan karena Gubernur hanya wakil pemerintah pusat. Kemudian dari sisi pemilihan DPRP menghemat biaya khusus Papua. Papua dengan tingkat kesulitan yang luar biasa sekarang dilakukan pemilihan DPRP mungkin hanya urus 56 orang.
Ketika ditanya pemilihan Gubernur/Wagub melalui DPRP merupakan pintu masuk pelaksanaan Otsus jika sebelumnya mengacu kepada UU No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Jika UU No 21 tahun 2001 tentang Otsus Papua dilakukan maka peran DPRP lebih maksimal dalam mengontrol pemerintahan terutama dari segi pertanggungjawabannya mungkin melalui DPRP ini peran DPRP juga lebih maksimal dalam mengawasi pelaksanaan pemerintahan. Ini yang menyebabkan DPRP ngotot, menurutnya, sebenarnya pengelolahan negara terutama konsep Papua sejak penerapan Otsus ini dari awal sudah salah pada saat Pemilukada Papua yang lalu kenapa tak dipakai UU No 21 Tahun 2001 pasal 7 karena peluang itu ada.
Menurut dia, justru terjadi mekanisme pemilihan ada yang urus di KPU ada di DPRP ada di MRP itu yang terjadi. Artinya dengan ini pemerintah dan rakyat tak jelih melihat celah celah aturan yang pada saat itu memungkinkan. Kenapa tak dilaksanakan di DPRP malah terjadi pemilihan langsung seolah olah UU No 21 Tahun 201 ditabrakan dengan UU 32 Tahun 2004. Padahal disini sudah ada UU No 21 Tahun 2001.
Dia menjelaskan, pemerintah dan rakyat Papua tak mempunyai kemampuan bargaining dengan pemerintah pusat bahwa Papua mempunyai UU No 21 Tahun 2001 pasal 7 menyatakan bahwa pemilihan Gubernur/Wagub Provinsi Papua adalah tugas dan wewenang DPRP.
“Itu kita tak lakukan jadi sejak pelaksanaaan Otsus kita sudah salah. Ini memang sudah Sembilan tahun kita melakanakan Otsus banyak hal yang kita tak buat kita hanya terus menerus mempersoalkan gagal tidaknya Otsus,” katanya.
“Dana 2 % dari DAU nasional untuk Otsus sudah masuk atau tidak padahal pasal pasal lain memungkinkan untuk melaksanakan kewenangan lebih oleh pemerintah daerah provinsi Papua.”
Sampai hari ini pengurusan CPNS masih diurus di pusat. Hal ini sebenarnya tak perlu karena pemerintah daerah mengetahui kebutuhan. Alokasi kuota CPNS masih ditentukan pemerintah pusat. Pengelolahan Sumber Daya Alam (SDM) Papua yang katanya 70% daerah dan 30 % pusat sampai hari ini tak ada realisasinya. Padahal sudah sembilan tahun pelaksanaan Otsus.
Karena itu, tambahnya, dari awal kita sudah tak peka melihat bargaining Papua dengan pemerintah pusat bahwa Papua harus katakan aturanya seperti ini, apabila rakyat Papua hendak dibangun dengan sungguh sungguh. Tapi kalau setengah hati pasti ada orang yang tak puas serta ada yang merasa pemerintah pusat melihat Papua secara setengah hati sehingga muncul aspirasi penolakan Otsus dan lain lain. (mdc)
http://www.bintangpapua.com/index.php?option=com_content&view=article&id=7063:enembe-direstui-sby-jadi-calon-gubernur&catid=25:headline&Itemid=96
0 komentar to "Enembe Direstui SBY Jadi Calon Gubernur"