19 Juli 2010 06:14:34
Grand Design Revisi UU Pemerintahan Daerah
Daerah Pemekaran Transisi Lima Tahun
JAKARTA-Kegagalan sejumlah daerah otonom baru menjadi pelajaran bagi pemerintah. Daerah hasil pemekaran tidak langsung memegang status otonomi karena harus melewati masa persiapan, yakni transisi hingga lima tahun.
Usul pemerintah tersebut termuat dalam grand design daerah pemekaran yang mulai didiskusikan dengan DPR Agustus mendatang. Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix V. Wanggai mengatakan, grand design tersebut juga akan dimasukkan dalam substansi revisi UU UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.
“Daerah persiapan ini sangat penting, mengingat sekitar 80 persen daerah otonom baru ternyata belum dapat berfungsi optimal dalam rentang waktu 1-5 tahun,” kata Velix di Jakarta kemarin (18/7).
Grand design pemekaran wilayah akan mengakomodasi dua pendekatan. Yakni, aspirasi pemekaran dari bawah dan skenario pemekaran dari atas sebagai prakarsa pemerintah pusat.
Dalam sepuluh tahun terakhir, skenario pembentukan daerah otonom baru hanya didasarkan aspirasi dari bawah. “Prakarsa nasional ini terutama mencakup daerah-daerah perbatasan antarnegara, pulau-pulau kecil terluar, dan daerah yang wilayahnya luas tetapi penduduknya sedikit, dan daerah strategis lain,” kata Velix.
Velix mengatakan, pemerintah menegaskan bahwa kebijakan pemekaran wilayah harus diletakkan tiga konteks. Yakni, penguatan integrasi nasional, akselerasi pembangunan ekonomi, dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan, 80 persen daerah otonom baru dianggap kurang berhasil. Velix menjelaskan, daerah yang kurang berhasil itu adalah 57 daerah otonom baru yang dibentuk tiga tahun belakangan. Daerah-daerah itu mengalami banyak persoalan. Misalnya, pengalihan personel, peralatan, pembiayaan, dan dokumen yang belum terlaksana dengan baik. Pengadaan pembangunan sarana dan prasarana juga belum memadai.
Masalah lain yang menjerat daerah otonom baru adalah belum optimalnya pelayanan publik, belum selesainya penetapan batas wilayah, serta belum rampungnya dokumen rencana umum tata ruang wilayah (RUTRW). Velix mengatakan, pemerintah pusat selalu memperhatikan kebijakan bantuan teknis untuk membenahi perangkat organisasi daerah. Kata Velix, pemerintah pusat juga membantu menyelesaikan dokumen perencanaan, serta tetap mengalokasikan dana perimbangan ke daerah-daerah baru tersebut.
UU No 22/1999 yang direvisi dengan UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan ruang bagi hadirnya satuan-satuan pemerintahan baru, baik provinsi, kabupaten, maupun kota. Dalam sepuluh tahun terakhir, mulai 1999 hingga 2009, telah ada 205 daerah otonom baru, yang terdiri atas 7 provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota. (sof/c2) (scorpions)
JAKARTA-Kegagalan sejumlah daerah otonom baru menjadi pelajaran bagi pemerintah. Daerah hasil pemekaran tidak langsung memegang status otonomi karena harus melewati masa persiapan, yakni transisi hingga lima tahun.
Usul pemerintah tersebut termuat dalam grand design daerah pemekaran yang mulai didiskusikan dengan DPR Agustus mendatang. Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix V. Wanggai mengatakan, grand design tersebut juga akan dimasukkan dalam substansi revisi UU UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.
“Daerah persiapan ini sangat penting, mengingat sekitar 80 persen daerah otonom baru ternyata belum dapat berfungsi optimal dalam rentang waktu 1-5 tahun,” kata Velix di Jakarta kemarin (18/7).
Grand design pemekaran wilayah akan mengakomodasi dua pendekatan. Yakni, aspirasi pemekaran dari bawah dan skenario pemekaran dari atas sebagai prakarsa pemerintah pusat.
Dalam sepuluh tahun terakhir, skenario pembentukan daerah otonom baru hanya didasarkan aspirasi dari bawah. “Prakarsa nasional ini terutama mencakup daerah-daerah perbatasan antarnegara, pulau-pulau kecil terluar, dan daerah yang wilayahnya luas tetapi penduduknya sedikit, dan daerah strategis lain,” kata Velix.
Velix mengatakan, pemerintah menegaskan bahwa kebijakan pemekaran wilayah harus diletakkan tiga konteks. Yakni, penguatan integrasi nasional, akselerasi pembangunan ekonomi, dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan, 80 persen daerah otonom baru dianggap kurang berhasil. Velix menjelaskan, daerah yang kurang berhasil itu adalah 57 daerah otonom baru yang dibentuk tiga tahun belakangan. Daerah-daerah itu mengalami banyak persoalan. Misalnya, pengalihan personel, peralatan, pembiayaan, dan dokumen yang belum terlaksana dengan baik. Pengadaan pembangunan sarana dan prasarana juga belum memadai.
Masalah lain yang menjerat daerah otonom baru adalah belum optimalnya pelayanan publik, belum selesainya penetapan batas wilayah, serta belum rampungnya dokumen rencana umum tata ruang wilayah (RUTRW). Velix mengatakan, pemerintah pusat selalu memperhatikan kebijakan bantuan teknis untuk membenahi perangkat organisasi daerah. Kata Velix, pemerintah pusat juga membantu menyelesaikan dokumen perencanaan, serta tetap mengalokasikan dana perimbangan ke daerah-daerah baru tersebut.
UU No 22/1999 yang direvisi dengan UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan ruang bagi hadirnya satuan-satuan pemerintahan baru, baik provinsi, kabupaten, maupun kota. Dalam sepuluh tahun terakhir, mulai 1999 hingga 2009, telah ada 205 daerah otonom baru, yang terdiri atas 7 provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota. (sof/c2) (scorpions)
0 komentar to "Grand Design Revisi UU Pemerintahan Daerah"